Rabu, 13 November 2013

Berkah Hujan


Sejak pertengahan bulan Oktober 2013 ini, Jakarta mulai sering diguyur hujan lagi. Alhamdulillah, hujan adalah rahmat.
Semoga saat pergantian malam tahun baru nanti (akhir Desember), Gubernur Jokowi tidak mengadakan pesta yang 'neko-neko' sehingga tidak lagi membuat Jakarta tenggelam.
Masih ingatkah kejadian akhir tahun lalu? 31 Desember 2012 malam diadakan pesta perayaan pergantian tahun baru selama semalam suntuk, pesta muda-mudi begitu istilahnya. Terbayangkan, jika muda-mudi dikumpulkan secara kolosal dalam acara kolosal dan panggung kolosal. Apa yang bakal terjadi? Mulai dari wilayah sekitar Bundaran Hi hingga sekitar Monas, semua penuh oleh para muda-mudi. Mereka berpesta hingga menjelang Shubuh.
Lalu tepat tanggal 17 Januari 2013, wilayah Jakarta tenggelam tepat di lokasi pesta tersebut.
Inilah makna keberkahan akan air hujan yang diturunkan oleh Sang Maha Kuasa, bahwa Allah SWT ingin membersihkan kompleks Bundaran HI dari berbagai macam kotoran, debu dan lain sebagainya, sehingga wilayah tersebut bisa kembali bersih dan suci.
Itulah makna air hujan yang sesungguhnya, yaitu air yang mensucikan.
Semoga kita sebagai hamba-Nya, bisa memaknai dengan baik akan turunnya air hujan ini. Dan yang lebih utama lagi, kita bisa kembali bersih dan suci dari berbagai macam kotoran, debu dan dosa. Aamiin...
Semoga kita semua bisa mengambil hikmah atas segala kejadian-kejadian yang sudah menjadi ketetapan-Nya.

Selasa, 12 November 2013

-->

BBM Bersubsidi vs BBM non-Subsidi

BBM bersubsidi dan BBM non-subsidi
Premium dan Pertamax

Andaikan BPH Migas (Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi) dan
Pertamina mau berkolaburasi dengan baik dan berpenampilan lebih elegan
di SPBU-SPBU, yaitu dengan cara dibedakan tempat dan penampilan antara
Premium dan Pertamax, misal pelayanan pembelian Premium tempatnya
biasa-biasa saja, cukup satu/dua orang petugas yang melayani dengan
pakaian seragam yang standar.
Lalu untuk pelayanan Pertamax, dibuatlah tempat yang lebih
exclusive/lux, misal area untuk posisi mobil/motor (yang sedang/akan
mengisi Pertamax) menggunakan keramik/marmer/batu koral yang mewah,
dan petugasnya ada empat/lima orang. Masing-masing ada yang bertugas untuk
menyambut konsumen dengan ramah, mengelap kaca (spion) motor/mobil,
membukakan pintu untuk sopir yang hendak keluar serta tak lupa
mengenakan seragam yang lebih modis dan trendy namun tetap melukiskan
sebagai petugas SPBU.

Jika kondisinya telah seperti itu, maka mobil-mobil sekelas Mercy,
BMW, Land Rovers, Pajero Sport, Jazz, Jaguar, Ferrari dsb, pasti
kemungkinan besarnya mereka semua akan langsung beralih ke Pertamax,
karena mereka akan "merasa malu" jika melihat mobil kelas menengah (yang biasa-biasa saja) bertengger di tempat pelayanan Pertamax.

TAPI dengan satu catatan, itu pun kalau mereka (sang pemilik kendaraan
mewah) tersebut masih mempunyai jiwa dan perasaan malu.

Mungkinkah hal seperti ini layak atau bahkan bisa dilakukan? Atau cuma
hanya sebatas mimpi di siang bolong?
'17 years ago... '

Dulu, sekitar tahun 1996 sampai 1999-an, kala itu saya masih jadi mahasiswa di salah satu PTS di Jakarta. Di terminal Depok hampir setiap pagi di hari kerja, sekitar jam 6-an, saya jumpai orang antri berdiri berjejer rapi dengan 'style' mereka yang sangat rapi dan terlihat seperti teknokrat. Awalnya saya bertanya dlm hati, "Mereka sdg apa sih? Apa sih yang mereka tunggu?" Tak lama kemudian, datang satu bus AC besar, kalau gka salah nomor bis tersebut adalah P10, jurusan Depok-Kota. Lalu, bis tersebut merapat ke samping barisan orang-orang yang sedang berdiri berjejer tersebut. Dan tak lama kemudian pintu hidrolik bagian depan dair bus tersebut terbuka dan orang-orang langsung dengan rapinya masuk ke dalam bus dan duduk. Selang beberapa menit kemudian, bus pun melaju meninggalkan terminal depok menuju Kota.
"Oohhhh..., ternyata mereka sedang berbaris antri menunggu bus," gumam saya sambil terheran-heran. Yang saya salut, meskipun bus belum datang dan bahkan belum terlihat 'batang pintu'-nya :-) namun para calon penumpang sudah antri berdiri berjejer rapi tanpa berdesak-desakkan, tanpa berebutan, tanpa ribut-ribut dan yang paling indah lagi tanpa ada satu pun dari mereka yang sambil merokok. Tapi, seiring berjalan waktu ternyata situasi, kondisi dan pemandangan seperti itu telah raib dimakan waktu dan kesibukan. Entah apa yg terjadi, entah kemana bis P10, entah kemana para calon penumpang yang berdiri antri dan rapi. Entahlah... Dan yang sering terjadi saat ini dan di masa kini adalah berjubel dan bertumpuknya para penumpang di terminal tanpa ada lagi budaya antri berdiri berjejer rapi seperti yang pernah saya lihat 17 tahun yang lalu. Dan lebih parah lagi kalau kita melihat kondisi "tetangga" terminal Depok alias Stasiun Depok Baru dan Stasiun Depok. Pemandangan berjubel, bertumpuk, berhimpitan dan bahkan yang lebih menyedihkan dan menyakitkan lagi adalah para perokok yang dengan bebasnya membuang asap rokoknya dimana-mana, padahal di tempat itu tidak sedikit jumlah para balita yg digendong ibunya dan tidak sedikit pula jumlah wanita-wanita hamil. Alangkah mirisnya hati ini...
Mungkinkah kondisi 17 tahun yang lalu bisa terulang kembali?
Mengapa kondisi 17 tahun yang lalu orang bisa antri berdiri berjejer rapi dalam menunggu armadanya? Apakah karena kesibukan yang dikondisikan saat ini, membuat perbedaan sikap dan sifat para calon penumpang dengan kondisi 17 tahun yang lalu?
Apakah karena kemajuan teknologi membuat para calon penumpang tidak bisa antri berdiri berjejer rapi lagi???
Apakah karena sifat gengsi dan mau menang sendiri membuat para calon penumpang tidak bisa antri berdiri berjejer rapi lagi???
Hhhhmmmmmmmmm....... sdh cukup lama saya merindukannya kembali, 17 years ago... :-(